Minggu, 03 Mei 2009

Evaluasi Kondisi Penghasilan dan Pengeluaran

Salah satu kenikmatan yang setiap hari kita rasakan adalah nikmat sehat, namun biasanya sampai sebelum seseorang menderita sakit urusan kesehatan tidak pernah diperhatikan. Bayangkan betapa tidak enaknya jika Anda sakit gigi. Jangankan makan, tidur saja tidak bisa, kalau sudah begitu pelawak selucu apapun tidak akan bisa menghibur.

Seorang kawan, juga kelihatan kesal karena sudah ke tiga kalinya sepanjang tahun 2004 ini, pengajuan asuransi jiwanya ditolak hanya karena hasil tes kesehatannya menyimpulkan bahwa pembuluh darah jantungnya mengalami penebalan. Belakangan baru dia menyesal untuk segala junkfood, malas olahraga, apalagi ke dokter hanya untuk tes kesehatan. Seandainya secara berkala dia mengetahui kondisi jantungnya pasti masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Asuransi jiwa yang diidam-idamkan pasti bisa dimiliki sehingga dia tidak perlu khawatir tentang masa depan istri dan anaknya.

Masalah kesehatan memang perlu di nomor satukan, namun bukan saja harus sehat secara fisik, mental tapi kita juga harus sehat secara finansial. Tubuh sehat penampilan oke tapi hutangnya macet dimana-mana akan berpengaruh terhadap kesehatan jiwa juga kan? Tidak enak makan, tidak enak tidur, resah memikirkan biaya sekolah anak atau bingung karena gaji selalu habis itu adalah gejala-gejala dari kondisi keuangan keluarga yang kurang sehat.


Masalahnya orang seringkali tidak tahu apakah secara finansial dia sudah sehat atau malah sakit. Apakah dari waktu ke waktu kondisi keuangannya mengalami kemajuan atau kemunduran. Seperti kata pepatah "Lebih baik mencegah daripada mengobati", maka mengetahui kondisi keuangan keluarga Anda secara berkala akan memberikan arahan kepada Anda bagaimana menghindarkan diri dari penyakit-penyakit keuangan.

Jika untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuh kita, maka dari waktu ke waktu kita melakukan pemeriksan kesehatan ( general check up ). Demikian juga kita sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin terhadap kondisi keuangan kita atau dilakukan financial check up secara rutin minimal setahun sekali. Secara umum pemeriksaan kondisi keuangan dilakukan dengan menghitung perbandingan-perbandingan tertentu antara harta dengan hutang, antara pemasukan dengan pengeluaran, dan lain-lain. Selanjutnya hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan ukuran standar kesehatan keuangan keluarga. Apakah hasil penilaiannya dibawah atau diatas standar tentunya akan menjadi dasar kesimpulan kondisi kesehatan keuangan keluarga nya.

Apa saja yang sebaiknya diperiksa?
Pada general check up atau test kesehatan maka darah, jantung, paru-paru, mata, dan bagian tubuh vital lainnya akan diperiksa kondisinya. Jika hasilnya sama atau diatas standar ukuran kesehatan kesimpulannya tubuh kita cukup sehat. Pada financial check up, ada 5 bagian dari keuangan keluarga yang wajib diperiksa, yaitu penghasilan, pembelanjaan, harta, hutang dan investasi.

Berikut ini adalah berbagai alat, cara, atau standar pengukuran yang bisa Anda pakai untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan keluarga Anda :

1. Penghasilan
Sejalan dengan siklus kehidupan maka pada usia aktif pengeluaran seseorang atau sebuah keluarga akan bertambah terus. Bahkan ketika memasuki masa pensiun pun pengeluaran seseorang akan berjalan terus. Intinya selama kita hidup kita harus mempunyai penghasilan, dan bukan cuma itu saja penghasilan kita juga harus naik dari tahun ke tahun jika kita tetap ingin menikmati gaya hidup seperti sebelumnya atau lebih tinggi dari sebelumnya.

Penghasilan yang jumlahnya sama tidak akan bisa mengejar inflasi, sehingga jika penghasilan kita tidak mengalami kenaikan akibatnya Anda harus menurunkan standar hidup Anda. Yang lebih berbahaya jika penghasilan tersebut berkurang atau bahkan terhenti karena sesuatu hal. Bisa jadi hidup Anda dan keluarga bisa lebih menderita dibandingkan sebelumnya. Penghasilan tidak harus didapatkan dari gaji, sebab jika Anda mempunyai usaha maka penghasilan usaha tersebut bisa menghidupi Anda bukan?

Penghasilan juga bisa didapat dengan cara berinvestasi dimana dari hasil investasinya bisa memberikan keuntungan yang menjadi pemasukan buat Anda. Jadi tinggal usaha dan kreatifitas yang memungkinkan Anda mendapatkan penghasilan dari banyak sumber, dan tetap mempunyai penghasilan walaupun sudah pensiun.

Untuk menilai apakah penghasilan kita bertumbuh atau tidak, maka dibutuhkan pengukuran tingkat pertumbuhan penghasilan. Tujuannya adalah untuk menilai apakah faktanya penghasilan kita bertumbuh atau menurun dibandingkan laju inflasi. Pertumbuhan penghasilan minimal harus sama dengan inflasi agar Anda tetap dapat mempertahankan standar hidup Anda. Tingkat pertumbuhan penghasilan bisa dihitung dengan rumusan sebagai berikut :

{(Penghasilan tahun ini - Penghasilan tahun lalu)/ Penghasilan tahun lalu} X Laju inflasi

Contoh perhitungan :

Misalnya pendapatan tahun ini Rp 100 juta, sedangkan pendapatan tahun lalu Rp 98 juta, dengan laju inflasi saat ini 7%, maka tingkat pertumbuhan sesungguhnya =

{(100.000.000 - 98.000.000)/ 98.000.000} X 7% = 0.0014

Jadi pertumbuhan penghasilan dalam waktu satu tahun adalah 0,14% diatas laju inflasi. Apakah Anda sudah cukup puas dengan tingkat pertumbuhan sebesar itu? Yang pasti semakin besar nilainya maka semakin tinggi pula pertumbuhan penghasilan Anda.

Perhatian ! Jika tingkat pertumbuhan nilainya dibawah nol, maka sesungguhnya terjadi penurunan penghasilan walaupun dalam angka nominal meningkat, tetapi pertumbuhannya kurang dari laju inflasi.

2. Pengeluaran
Kalau penghasilan mudah sekali berkurang namun susah sekali bertambah, hal ini disebabkan karena lebih banyak faktor luar yang mempengaruhi jumlah penghasilan. Sebaliknya yang terjadi dengan pengeluaran, cara Anda mengeluarkan uang sebenarnya sangat fleksibel, Anda bisa membuat pengeluaran Anda berkurang atau bertambah keputusannya ada ditangan Anda. Bahkan tidak seorangpun yang berhak melarang Anda untuk mempunyai pengeluaran yang lebih besar daripada penghasilan.

Tetapi satu-satunya pihak yang akan menderita jika pengeluaran lebih besar dari penghasilan adalah Anda dan keluarga. Sebuah keluarga sebaiknya berusaha agar tidak menghabiskan seluruh penghasilannya, maksimal sebesar 90% saja yang digunakan untuk pengeluaran. Pengeluaran yang dimaksud disini sudah termasuk cicilan hutang, premi asuransi, dan belanja keperluan rumah tangga. Sehingga masih ada sisa minimal 10% yang bisa disisihkan untuk tabungan dan investasi.

Semakin kecil jumlah pengeluaran maka semakin besar kesempatan Anda untuk menabung. Apalagi jika Anda tidak mempunyai kewajiban cicilan hutang, seharusnya pengeluaran Anda makin kecil, dan lebih banyak sisa penghasilan yang digunakan untuk ditabung.

Tingkat pengeluaran keluarga yang wajar bisa dihitung dengan rumusan :

(Jumlah pengeluaran periode tertentu)/ (Jumlah penghasilan periode tertentu)

Contoh perhitungan :
Misalkan jumlah pengeluaran tahun ini Rp 37 juta, kemudian jumlah penghasilan tahun ini Rp 36 juta, maka perhitungan tingkat pengeluarannya sebagai berikut :

(37.000.000/ 36.000.000) = 1.028

Jika batasan tingkat pengeluarannya pengeluaran sebuah keluarga maksimal 90% dari penghasilannya, maka nilai sebesar 102,8%, artinya keluarga tersebut memiliki pengeluaran tahun ini lebih besar daripada penghasilan. Akibatnya, sudah pasti terjadi defisit, mungkin kekurangannya diambil dengan mencairkan tabungan atau harta tunai yang lain.

Perhatian ! Berusahalah agar pengeluaran Anda dari waktu ke waktu selalu lebih kecil dari penghasilan agar tidak defisit. Semakin kecil nilai tingkat pengeluaran semakin bagus. Namun pada kondisi dimana sebuah keluarga dengan penghasilan yang kecil namun jumlah tanggungannya terlalu banyak, maka menekan pengeluaran sekecil mungkin bisa menjadi tidak realistis. Kebutuhan pokok hidup seperti belanja sembako bisa terpangkas banyak, hal ini bisa mengorbankan kesehatan fisik keluarga. Pertimbangkanlah untuk melakukan usaha-usaha mendapatkan penghasilan tambahan agar penghasilan keluarga juga meningkat. Sebaliknya jika Anda mempunyai gaya hidup diluar kemampuan Anda maka, maka jangan heran jika tingkat pengeluaran Anda bertambah besar dan kondisi keuangan lebih sering defisit daripada surplus.


Mike Rini, Perencana Keuangan

0 komentar:

Based on original Visionary template by Justin Tadlock
Visionary Reloaded theme by Blogger Templates

Visionary WordPress Theme by Justin Tadlock Powered by Blogger, state-of-the-art semantic personal publishing platform